Bijak Keuangan Di Usia Dini
Tabung Ajaibku (-) |
Masa ortu kalah strategi sama anak?, begitulah pikiranku pertama kali memutuskan memberi anak-anak jatah uang saku mingguan. Alasan di balik keputusanku dan hubby yaitu nggak lain supaya anak berhenti menjawil-jawil emak bapaknya ini kalo lagi jalan ngemall demi mendapatkan apa yang diinginkan.
Duh, anak-anak itu tahu bener gimana menggoyang iman, kesabaran dan rasa welas asih orangtuanya saat mereka menginginkan sesuatu, hanya lewat tekanan suara atau tatapan mata yang mirip kucing belom dikasih minum
seharian. Wkwkwkwkwk.
Aku musyawaroh sama hubby bahwa upaya2 mereka itu harus segera diatasi dan dihentikan demi kenyamanan hati kita berdua saat ngemall. Walaupun anak2ku itu bukan tergolong yang konsumtif banyak keinginan sih. Tapi khawatir mereka jadi terbiasa menggampangkan usaha kecil minta orangtua lalu pasti dituruti. Sesekali dua kali ya masih asik aja, tapi kalo lagi riweuh banyak yang harus dibeli, dikejar waktu nonton film atau saat perut lapar belum nemu bangku restoran (halahh)....dimintain ini itu pasti bikin tambah senewen dua newen dong. Jadi itulah saat yang tepat membuat mereka merasakan bahwa narik duit dari dompet itu sesuatu banget dan perlu dalem-dalem mikirnya....wkwkwkwkw (tanpa mau dibilang ortu pelit).
Ada kemudahan juga harus ada aturan. Kami berikan uang saku yang kira-kira cukup untuk anak2 makan siang di sekolah. Kalau lebih harus disimpan, dan kalau kurang harus dipertanyakan. Heuheuheuheu....peraturan si bapak keuangan tea'. Maksudnya, kami memang sengaja memberi uang saku lebih dari cukup untuk mereka makan siang, dengan kebijakan bahwa kalau ada hal lain yang mereka inginkan di mall maka mereka harus mempergunakan jatah uang saku masing-masing aka tarik dari dompet masing-masing (nah luoh biar merasakeun betapa beuratnya narik duit itu untuk hal-hal yang nggak puguh kegunaannya).
Aku pergi ke BORDER, beli buku mengelola "wang saku" - begitu judul di sampul luarnya. Hmm, aku belum pernah lho nemu buku khusus anak2 macam itu di Jakarta, paling2 cuma kartu absen atau kartu bayaran seperti yang aku pake buat bayar les atau nggaji tukang kebun waktu masih tinggal di Jakarta. Padahal bikin buku begitu kan nggak susah tho yo?, apa harus gue yang nyetakin terus dijual di koperasi2 sekolah atau toko buku kek di KL gini?(jiaaaaah).
Isinya tuh cuma baris dan kolom berisi : Tanggal/Bulan - Sumber uang masuk - Pengeluaran (terbagi wants atau needs) - Sisa wang saku.
Moga-moga di Jakarta sebenarnya ada yang jualan buku keuangan anak2 macam begitu ya.
Tapi pada dasarnya sih bukan bukunya yang paling penting, melainkan komitmen mengatur uang sendiri yang harus dipegang teguh anak2 itu. Apalagi kayak Bintang yang paling ngga suka aktifitas catat mencatat, cuma ngisi 4 kolom begitu aja nerawangnya kayak disuruh nulis puisi.
Kalo kakaknya lain lagi, saking terlalu hemat malah buku wang sakunya kosong melompong di kolom wants. Nah itulah ajaibnya, dulu kalo minta ini itu tinggal colek mami or ayahnya, eh setelah megang duit sendiri kok bisa berubah kikir terhadap dirinya ya? hiihihiii...trik yang sangat berhasil!
#memberi selamat dan piagam penghargaan untuk diriku sendiri :p
Tapi ternyata, aku berakhir kuciwa karena buku wang saku itu nyaris tak terjamah rutinitas pencatatan. Padahal kan sehari-hari mereka ngeluarin uang buat makan siang di sekolah. Cuma selalu aja alesan nggak sempat nyatet buat beli apa aja uang yang keluar. Belum lagi kalo ada adegan si adek lupa bawa uang, mau nggak mau minjem kakaknya dan ujungnya makin ruwetlah debet kredit mereka (namanya juga bocah). Lalu apa kemudian aku harus nyerah mengajari mereka bijak keuangan? Tentu tidak laaa..
Orangtua tetap harus yang menang strategi. Terlebih kalau jenis orangtua kek aku gini yang kadang kepepetan ikut minjem simpenan uang saku mereka kalo mendadak ada hal yang harus dibayar tapi belom sempat mengunjungi anjungan (baca ATM) wekekekkek. Anak pasti terancam hopeless uangnya akan berkurang akibat ulah ibunya. Apalagi ngomong2 nih, udah ada kemajuan si Adek nerima order bikinin mine craft buat temannya (sumber uang masuk baru dong namanya).
# memutar otak tapi nggak pake lama..
Akhirnya aku temukan metode baru mengajarkan bijak uang saku yaitu dengan 3 tabung ajaib (Sedekah-Nabung-Jajan). Karena pikirku kalau anak malas atau lupa mencatat, bisa jadi dia juga nggak aware ada berapa simpanannya dan akan dipergunakan untuk apa saja nantinya?.
Dengan membuat tabung seperti ilustrasi saya di atas, maka anak akan rutin berpikir bijak ke tabung mana harus memasukkan sisa uang saku yang dibawa setiap hari. Dan hal ini tidak hanya menuntut kedisiplinan tapi juga mengasah kepeduliannya terhadap orang lain dengan kewajiban bersedekah materi secara rutin. Selain itu anak juga akan dengan sadar memutuskan apakah akan lebih banyak menyimpan keinginan belanja dengan menabung? ataukah menuruti semua keinginan jajannya? ataumemperbanyak sedekah?
Kalo bisa sih, letakkan 3 tabung ajaib itu di kamar masing-masing anak, dan persiapkan diri untuk terkejut melihat perkembangan isi tabung mereka setiap bulannya.
Mudah-mudahan hal ini efektif juga buat orangtua lain yang sama-sama sedang membuka kepercayaan atas anaknya agar terlatih bijak keuangan di usia dini. Selamat praktek :)
No comments:
Post a Comment