Baru sekarang kekuatanku muncul menuliskan lagi namanya dan melepaskan semua rasa yang pernah mengguncangku. Meski air mata tak terbendung merangkai cerita ini tapi aku menikmati kenangan yang memang tak boleh kubuang. Karena kami berdua adalah guru bagi satu sama lain. Kami saling menguatkan, menginspirasi, menghibur dan berbagi keceriaan.
Dua bulan sebelum kepergiannya aku mendapat kabar dari seorang teman kalau Imel tengah berada di rumah sakit entah sejak kapan karena keluhan kakinya. Hatiku spontan gelisah karena aku tau penyakit apa yang dideritanya sampai2 mendengar kata rumah sakit membuatku berpikiran yang tidak2. Aku kehilangan kontak karena semua nomornya tak bisa kujangkau. Hal itu semakin membuatku kalut bertanya2. Hingga aku memaksakan diri mencari tahu di mana ia dirawat. Lalu nama rumah sakitnya pun kudapatkan.
Merasa tak leluasa mencari tahu via telpon jarak jauh, aku meminta Tina sahabat baikku yang belum mengenal Imelda untuk membantuku mencari tahu keberadaannya. Alhamdulillaah Tina dengan kebaikan hatinya menawarkan diri untuk langsung datang ke rumah sakit yang dimaksud agar memastikandi ruang mana Imelda dirawat. Dan ia menemukannya...masyaAllah. Aku dibuatnya menangis bahagia dan haru. Aku menyayangi kedua sahabatku itu dan akhrnya merekapun berkenalan meski ternyata ingatan Imelda sudah tidak begitu bagus lagi karena pengaruh pengobatannya.
Tina menceritakan padaku semua tentang kondisi Imelda yang ditemani ibunya. Mereka senang dengan kedatangan Tina dan tidak menyangka itu semua dilakukannya demi menyampaikan kerinduanku dari kejauhan. Aku katakan pada Tina yang sempat dua kali membesuk "Bilang sama Imelda, tunggu Emma datang...yang sabar dan kuat". Hiksss air mataku kok mbleber lagi ini yaa...
Sampai dengan satu bulan kemudian aku makin gelisah ingin ketemu Imel secepatnya. Kebetulan akan bertepatan dengan kepindahan kami kembali ke Jakarta. Rasanya sudah tidak sabar membayangkan seperti apa dia sekarang. Yang ada di benakku cuma kehebohan tiap kita ketemu dengan sejuta cerita non stop dan biasanya aku selalu sukses membuatnya terbahak2 nggak karuan. Aku suka sekali tawanya yang lepas. Ah, andai dia bisa kutelepon..
Dan tibalah hari yang kutunggu saat itu di akhir2 Ramadhan. Aku dan Tina menyempatkan diri membeli boneka beruang untuk Imelda lalu kita ke rumah sakit. Hati berdebar2 seperti mau berjumpa kesayangan yang lama hilang. Dan saat kuketuk pintu kamarnya sambil kulongokkan wajah sedikit...kulihat imelda terduduk di kasurnya tanpa penutup kepala lengkap. Dia berteriak "Haiiiiii cintaaaaa....". Akupun menghambur ke dalam ruangan menciumi seluruh wajahnya sambil kami berdua menangis tak terkendali. Kuberikan boneka itu dan dia hanya bisa menangis terus tanpa kata. Aku berusaha membuatnya tenang meski aku sendiri tak bisa.
Ibunya meminta Imelda tak menangis menyambutku yg jauh2 datang.
Yaa Allah perasaan apa ini namanya campur aduk jadi satu dan badanku lemas melihat kondisi Imelda yang sudah lumpuh tak berdaya. Dia mengulang kalimat "Emma sombong ni baru ke Jakarta". Aku kehabisan kata duluan karena sibuk berpikir bagaimana harus menghibur dan menguatkannya?. Sampai tak lama kemudian para perawat masuk dengan penuh iba karena nggak tega harus mengganti jarum2 di badan pasiennya. Salah satu perawat sempat bilang padaku..."Saya udh nggak tega liatnya, tapi mau bagaimana lagi? dia masih mau sembuh".
Lalu seorang dokter perempuan menyusul masuk untuk visit. Dan beberapa saat kemudian kudengar ia menyampaikan sesuatu pada ibunya Imelda kalau sebetulnya dia sudah angkat tangan tapi ya tetap akan berusaha sampai akhir.
Mendengar itu semua aku melonjak dari kursi dan kuminta dokter untuk nggak menyerah karena keajaiban itu masih bisa kita harapkan. Dalam hati kecilku..Mel tolong jangan pergi, gue nggak siap kehilangan elo. Aku kembali terduduk lemas menatap mata Tina tanpa sanggup berbicara banyak. Sementara para suster meneruskan tugasnya mengganti jarum2 di tubuh imelda dan membuatnya meraung2 kesakitan. Aku makin lama makin tak kuat dan tangisku pun pecah lagi tak terbendung. Imelda masih sempat bilang "Emm jangan liatin aku kan aku malu".
Aku meninggalkannya untuk sholat di luar kamar. Kudoakan dia...meski aku pasrahkan yang terbaik untuknya pada Allah.
Waktu aku pulang, Imelda dengan kesadaran yang sudah tidak terkontrol memintaku untuk janjian chat by whatsapp dan aku mengiyakan untuk menyenangkan hatinya sambil menyemangati agar berjuang sembuh. Dia bilang "Besok ke sini lagi ya Emm". Dan itupun ku iyakan karena aku memang berniat untuk datang setiap hari selama dia masih di rumah sakit. Tapi apa daya keesokan harinya aku demam terserang virus dan aku memutuskan tidak berkunjung ke rumah sakit karena Imelda rentan kondisinya tertular sakit. Ramadhan pun berlalu...
Sampai sekitar tiga hari kemudian kalau tidak salah, aku dikejutkan telepon dari ibunya Imelda kl dia masuk ICU karena kritis. Aku segera memaksakan diri ke rumah sakit siang itu dan mendapati kesedihan terdalam di hidupku. Sahabatku telah terbujur kaku..
Aku melepasnya hingga ke pemakaman meski dalam keadaan demam naik turun yang belum hilang. Tina lagi2 menemaniku sehingga kesedihanku sedikit terurai. Tapi di saat bersamaan dia mengatakan sesuatu yang menghujamku di pemakaman itu setelah semua selesai, Imelda pernah menyampaikan pesan pada Tina, "Tolong jaga Emma yaa". Huhuhuhuuuuu apa yg bisa kulakukan mendengar itu semua selain kembali pecah tangisan?.
Bahkan ibunya Imelda bilang kl sebenarnya saat aku datang ke rumah sakit, kondisi Imelda sudah tidak mengenali orang meski itu keluarganya sendiri. Tapi heran kenapa dia mengenali aku bahkan saat mukaku baru separuh muncul dari balik pintu?. MasyaAllah ... itukah hiburan untukku yg terakhir dari seorang sahabat. Terimakasih padaMu Yaa Allah yang memberi kami berdua kesempatan terakhir bertemu dengan senyuman dan tangisan. Setiap kehilangan yang KAU tuang dalam hidupku selalu mengajarkanku arti hidup yang baru. Pertemukanlah kelak kami di jannahMu atas rahmatMu.
No comments:
Post a Comment