Nawaitu Homeschooling (HS) Karena Allah
Bunga Bintang (-) |
"Di condo nggak bisa pelihara binatang banyak begitu"
"Jadi kenapa kita nggak tinggal di rumah aja?"
"Di condo lebih save lah untuk expat, lagian beli kucing kalau yang bagus mahal juga lho, nabung dulu yang cukup"
"Uang tabunganku kan bisa dipake"
"Nanti lah Nak, kalo udah tepat waktunya...konsen sekolah aja dulu"
"Aku mau berdoa terus buat urusan kucing kalo gitu Mi"
Arrrrgghhh
jawaban nggak mutu dari seorang ibu yang gelap soal perkucingan. Tapi
ini tidak boleh dibiarkan, keinginan anak yang cuma begitu aja kok ya
harus tertahan entah berapa lama karena nggak ada yang ngurus kucing2,
padahal dia sendiri bersedia. Keseriusannya ngefans sama kucing itu udah
beberapa kali terbukti, nampungin kucing dari segala penjuru. Paling
nggak tega lihat kucing merana atau tampak kesepian dan kurang kasih
sayang (weww). Gegara dari dia kecil kami sempat punya sepasang kucing
himalayan.
Sampai suatu ketika,
tawaran dari bude Surti sahabat lama ayahnya di Sidoarjo itu menggema di
komen status fb. Haahhaaaa, bahwa beliau akan menghadiahkan kucing dari
sekian banyak kucing ternakannya buat anakku kalau kita balik ke
Indonesia. Jawaban sebuah doa anak shalihah itu cepet bener deh ya. Bisa
passss banget sama rencana ayahnya balik ke Indo tahun ini.
Bla
bla bla ke sana ke mari, akupun memutuskan homescholling buat anak2
tanpa keraguan. Bunga akan punya peternakan kucing ras seperti bude
Surti. Sambil tetep belajar akademik kurikulum internationalnya, tetep
mendalami 2 bahasa asing kesukaannya, hafalan Quran juga kalo bisa harus
bisa (hahahaa obsesif), plus join club olahraga untuk kesehatan
jasmaninya dan tak lupa bersosialisasi membangun sendiri komunitas
remaja berdasarkan hobinya. Akan kubantu agar indah dunia kecilnya itu
menuju yang lebih besar sesuai minat dan komitmennya.
Bukan
mau santai2 belajar di rumah, tapi sama2 kerja bakti sekeluarga
menyeimbangkan akademik anak dengan ketrampilan hidup nyata yang islami
tanpa mengabaikan toleransi (jiaaaaah diplomatis kali aku ini)
Bukan
tanpa observasi mendalam lho, tapi justru aku termotivasi para teman2
psikolog yang praktek nyata mengantar anak-anaknya sampai perguruan
tinggi bahkan ke luar negeri setelah menapaki jembatan HS. Semua karena
Allah dan seijin Allah, semoga semakin banyak asma Allah terucap di
setiap pekerjaan anak2 kami yang didampingi langsung oleh
kami orangtuanya. Aamiin
Akan ada
jurnal yang kubuat sebagai bagian dari sejarah anak2ku tercinta dgn HS
nya. Mulai dari membukakan perspektif mereka kenapa setuju memutuskan
HS?
Karena yang terpenting semua harus datang dari diri
mereka, bukan diriku. Dengan titik awal apa yang mereka sukai, bukan
dari akademik atau malah yang aku ingini. So mereka otomatis akan bisa
menjawab sendiri dengan pintar segala pertanyaan di luar sana yang bila
bila ditujukan untuk mereka kelak lah (pake 'lah' again)
No comments:
Post a Comment