10.26.2014

Homeschoolling Pilihanku

Nawaitu Homeschooling (HS) Karena Allah


Bunga Bintang (-)
Anakku sering tanya, kapan aku boleh pelihara kucing yang banyak?. Dan jawabanku selalu belum masuk di akalnya. 
"Di condo nggak bisa pelihara binatang banyak begitu"
"Jadi kenapa kita nggak tinggal di rumah aja?" 
"Di condo lebih save lah untuk expat, lagian beli kucing kalau yang bagus mahal juga lho, nabung dulu yang cukup" 
"Uang tabunganku kan bisa dipake" 
"Nanti lah Nak, kalo udah tepat waktunya...konsen sekolah aja dulu"
"Aku mau berdoa terus buat urusan kucing kalo gitu Mi"




Arrrrgghhh jawaban nggak mutu dari seorang ibu yang gelap soal perkucingan. Tapi ini tidak boleh dibiarkan, keinginan anak yang cuma begitu aja kok ya harus tertahan entah berapa lama karena nggak ada yang ngurus kucing2, padahal dia sendiri bersedia. Keseriusannya ngefans sama kucing itu udah beberapa kali terbukti, nampungin kucing dari segala penjuru. Paling nggak tega lihat kucing merana atau tampak kesepian dan kurang kasih sayang (weww). Gegara dari dia kecil kami sempat punya sepasang kucing himalayan. 

Sampai suatu ketika, tawaran dari bude Surti sahabat lama ayahnya di Sidoarjo itu menggema di komen status fb. Haahhaaaa, bahwa beliau akan menghadiahkan kucing dari sekian banyak kucing ternakannya buat anakku kalau kita balik ke Indonesia. Jawaban sebuah doa anak shalihah itu cepet bener deh ya. Bisa passss banget sama rencana ayahnya balik ke Indo tahun ini. 

Bla bla bla ke sana ke mari, akupun memutuskan homescholling buat anak2 tanpa keraguan. Bunga akan punya peternakan kucing ras seperti bude Surti. Sambil tetep belajar akademik kurikulum internationalnya, tetep mendalami 2 bahasa asing kesukaannya, hafalan Quran juga kalo bisa harus bisa (hahahaa obsesif), plus join club olahraga untuk kesehatan jasmaninya dan tak lupa bersosialisasi membangun sendiri komunitas remaja berdasarkan hobinya. Akan kubantu agar indah dunia kecilnya itu menuju yang lebih besar sesuai minat dan komitmennya. 
Bukan mau santai2 belajar di rumah, tapi sama2 kerja bakti sekeluarga menyeimbangkan akademik anak dengan ketrampilan hidup nyata yang islami tanpa mengabaikan toleransi (jiaaaaah diplomatis kali aku ini)

Bukan tanpa observasi mendalam lho, tapi justru aku termotivasi para teman2 psikolog yang praktek nyata mengantar anak-anaknya sampai perguruan tinggi bahkan  ke luar negeri setelah menapaki jembatan HS. Semua karena Allah dan seijin Allah, semoga semakin banyak asma Allah terucap di setiap pekerjaan anak2 kami yang didampingi langsung oleh kami orangtuanya. Aamiin

Akan ada jurnal yang kubuat sebagai bagian dari sejarah anak2ku tercinta dgn HS nya. Mulai dari membukakan perspektif mereka kenapa setuju memutuskan HS?
Karena yang terpenting semua harus datang dari diri mereka, bukan diriku. Dengan titik awal apa yang mereka sukai, bukan dari akademik atau malah yang aku ingini. So mereka otomatis akan bisa menjawab sendiri dengan pintar segala pertanyaan di luar sana yang bila bila ditujukan untuk mereka kelak lah (pake 'lah' again)


No comments:

Post a Comment